Kamis, 14 Maret 2013

Makalah Asmaul Husna

BAB I
PENDAHULUAN


Allah memerintahkan agar berdoa dengan nama-nama Allah dalam Asma’ul Husna. Setiap suatu kepentingan dianjurkannya dengan menyebutkan nama Tuhan yang ada hubungannya dengan kepentingan itu.
Berdoa dan berharap adalah salah satu upaya manusia untuk mencapai sukses terhadap cita- cita atau kehendak dan sekaligus adalah hak manusia yang diberikan oleh Allah Swt. Betapa beruntungnya umat islam yang telah mendapatkan ajaran tentang berdoa, cara dan tertib doa., sikap kejiwaan dalam berdoa, dan lain- lain. Bagi seorang Mukmin/Muslim, berhasil doanya atau tidak, adalah tetap bernilai ibadah yang pasti mendapatkan pahala dari sisi Allah Swt. Jadi jelasnya bahwa berdoa dengan nama Tuhan yang ada pada Asma’ul Husna adalah salah satu kunci keberhasilan dari doa yang di sampaikan kepada Allah swt.

Selain dari Asma’ul Husna, ada pula yang dinamaka “ISMUL ‘AZHAM” (Nama Allah yang teragung), yang oleh Rasulullah dijelaskan, siapa saja yang berdoa dengan itu, doanya diperkenankan oleh Allah swt. Ada beberapa pendapat Ulama tentang Ismul ‘Azham dimaksud:
a.       Ismaul ‘Azham adalah suatu nama yang diberikan Allah kepada seseorang diantaranya kepada orang lain. Hal itu adalah suatu rahasia yang tersembunyi antara lain. Hal itu adalah suatu rahasia yang tersembunyi antara seorang hamba dengan Allah swt.
b.      Ismul ‘Azham itu bukan hanya satu, tetapi untuk setiap orang yang telah diberikannyaNya adalah berbeda-beda, dan untuk setiap orang yang mendapat itu adalah dengan pribadinya sendiri.
c.       Ismul ‘Azham tidak berupa suatu nama yang bisa diucapkan dengan lisan atau tulisan, tetapi adalah hakikat dari suatu nama Allah, yang ada pada hamba tanpa disadarinya. (misalnya seseorang yang memiliki sifat/watak KASIH/SAYANG dan berwujud dalam sikap dan tingkah lakunya sehari-hari, lalu pada suatu saat dia memohon kepada Allah dengan menyebutkan “Ya Allah/Ya Rahman/Ya Rahim… kemudian doanya pun diperkenankan oleh Allah swt.

BAB II
PEMBAHASAN



Artinya :
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang Telah mereka kerjakan”. (QS. Al-‘Araf: 180).


A.  Pengertian Asmaul Husna
Kata (الأسماء) al-asma adalah bentuk jamak dari kata (الإسم) al-ism yang biasa diterjemahkan dengan nama. Ia berakar dari kata (السمو) as-sumuw yang berarti ketinggian, atau (السمة) as-simah yang berarti tanda. Memang nama merupakan tanda bagi sesuatu, sekaligus harus dijunjung tinggi.
Apakah nama sama dengan yang dinamai atau tidak, di sini diuraikan perbedaan pendapat ulama yang berkepanjangan, melelahkan dan menyita energy itu. Namun yang jelas bahwa Allah memiliki apa yang dinamai-Nya sendiri dengan al-asma dan bahwa al-asma itu bersifat husna.
Kata (الحسن) al-husna adalah bentuk muannast/feminim dari kata (احسن) ahsan yang berarti terbaik. Penyifatan nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk superlative ini, menunjukkan bahwa nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk superlative ini, menunjukkan bahwa nama-nama tersebut bukan saja, tetapi juga yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya, yang dapat disandang-Nya atau baik hanya untuk selain-Nya saja, tapi tidak baik untuk-Nya. Sifat Pengasih – misalnya – adalah baik. Ia dapat disandang oleh makhluk/manusia, tetapi karena asma al-husna (nama-nama yang terbaik) hanya milik Allah, maka pastilah sifat kasih-Nya melebihi sifat kasih makhluk, baik dalam kapasitas kasih maupun substansinya. Di sisi lain sifat pemberani, merupakan sifat yang baik disandang oleh manusia, namun sifat ini tidak wajar disandang Allah, karena keberanian mengandung kaitan dalam substansinya dengan jasmani dan mental, sehingga tidak mungkin disandangkan kepada-Nya. Ini berbda dengan sifat kasih, pemurah, adil dan sebagainya. Contoh lain adalah anak cucu. Kesempurnaan manusia adalah jika ia memiliki keturunan, tetapi sifat kesempurnaan manusia ini, tidak mungkin pula disandang-Nya karena ini mengakibatkan adanya unsur kesamaan Tuhan dengan yang lain, di samping menunnjukkan kebutuhan, sedang hal tersebut mustahil bagi-Nya.

B.  Bukti Kebenaran Sifat Allah
Kita sebagai umat muslim sudah sepatutnya tahu dan faham akan nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla yang berjumlah 99 yang terlampir dalam Asma’ u al-Husna. Dan nama-nama Allah ‘Azza wa Jallah tersebut bukan hanya sekedar pengertian atau wacana agama Islam itu sendiri melainkan itu memang gambaran dari sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla yang sangat amat sempurna dan terbukti kebenarannya sampai-sampai para ulama mengatakan bahwa dengan Asma’ u al-Husna saja tidak cukup untuk menggambarkan Keagungan dan Kesempurnaan Allah ‘Azza wa Jalla sebagai pencipta alam semesta ini begitu pula alam Akhirat yang tidak diragukan lagi keberadaannya kecuali oleh orang-orang yang tidak berakal.
Adapun di sini akan dijelaskan mengenai  5 bukti dari sekian banyak bukti dari nama Allah ‘Azza wa Jalla, yaitu Al-‘Adlu (Maha Adil). Dan bukti-bukti tersebut juga menguatkan akan kebenaran agama Islam sebagai agama Rahmatan li al-‘Alamin  yang dibawa oleh nabi yang bergelar al-Amin. Dan 5 bukti tersebut adalah :
(Pertama). Adalah dalam hal niat yang merupakan penentu dari arah amalan-amalan yang kita perbuat karena niat tersebut berfungsi sebagai lentera atau cahaya yang akan menuntun dan menerangi perjalanan seorang hamba dalam bertemu Allah ‘Azza wa Jalla. Jika lentera tersebut memancar dengan terang, maka menjadi teranglah perjalanannya dalam bertemu Allah ‘Azza wa Jalla. Sebaliknya, jika cahaya lentera tersebut redup, maka menjadi redup pulalah jalan yang akan dilalui oleh seorang hamba untuk bisa bertemu dengan Allah Jalla Yang Maha Pencipta dan Maha Mengadakan lagi Maha Pembentuk. Sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah saw : “Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang hendak dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya”. (HR. Bukhary-Muslim dari ‘Umar bin Khoththob radhiallahu ‘anhu).
(Kedua). Adalah dalam hal perbuatan yang tentunya tidak terlepas dari catatan Allah ‘Azza wa Jalla lewat dua malaikat-Nya (Rakib – ‘Atid) yang senantiasa menemani kita di setiap langkah kita, apapun dan bagaimanapun bentuknya. Lalu dari segi manakah kiranya bukti akan sifat Allah ‘Azza wa Jalla yang Maha Adil ? Coba kita perhatikan dengan seksama firman Allah ‘Azza wa Jalla dan hadist Rasulullah berikut ini :“Barang siapa berbuat kebaikan mendapat sepuluh kali lipat amalnya.. Dan barang siapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi). (al-An’am: 160).
(Ketiga). Adalah dalam hal keutamaan kaum hawa dalam berbakti kepada suaminya yang merupakan kewajiban sebagai seorang istri, sebagaimana sabda Rasulullah saw :“perkara yang pertama kali ditanyakan kepada seorang wanita pada hari kiamat nanti, adalah mengenai sholat lima waktu dan ketaatannya terhadap suami.” (HR.Ibnu Hibbab dari Abu Hurairah)
Jadi berikut adalah bentuk keadilan Allah terhadap kaum wanita yang mungkin tidak dapat melakukan sebagian pekerjaan mulia yang dapat dikerjakan oleh kaum lelaki, tetapi dengan wujud keadilah Allah Yang Maha Adil kaum wanita memiliki porsi pahala yang sama besarnya dengan kaum lelaki meskipun dengan amalan-amalan yang berbeda seperti amalan-amalan yang telah Rasulullah saw wasiatkan kepada putrinya Fathimah az-Zahra dan seluruh kaum wanita diwaktu itu dan sesudahnya. Bukti lain adalah ketika para mujahid berjihad melawan musuh dan gugur, maka dia mati syahid. Begitu pula dengan perempuan yang berjihad melahirkan anaknya yang rasanya seperti antara hidup dan mati kemudian dia meninggal seketika itu atau setelah ia melahirkan makan dia bisa dikatakan mati syahid tanpa harus terjun ke medan perang. Wallahu A’lam.
(Keempat). Adalah dalam hal warisan yang memberikan porsi lebih banyak kepada lelaki daripada perempuan yaitu bagian laki-laki dua kali bagian perempuan sebagaiman firman Allah SWT: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempua…..”(an-Nisa’ : 11).
Bukti akan kebenaran sifat Allah SWT Yang Maha Adil di sini adalah bahwasanya Allah SWT melebihkan bagian lelaki atas wanita dalam hal warisan, karena kenyataannya lelakilah yang oleh syari’at dibebankan tanggung jawab untuk memberi nafkah keluarga dan membebaskan perempuan dari kewajiban tersebut meskipun perempuan boleh saja ikut mencari nafkah. Para laki-laki juga diwajibkan oleh ajaran Islam untuk mengeluarkan mas kawin untuk diberikan kepada istrinya sebagai cerminan cinta kasih sayangnya ketika keduanya menikah, sedangkan perempuan tidak dibebani apa-apa.
 (Kelima). Selanjutnya adalah mengenai keutamaan bulan Ramadhan. Bulan, dimana Al-Qur`an diturunkan, bulan yang penuh berkah dengan pelipat gandaan pahala sebuah amalan, bulan yang penuh pengampunan. Bulan, dimana pintu surga dibuka lebar-lebar dan pintu neraka ditutup rapat-rapat,  dan bulan di mana para syaitan dibelenggu dari menggoda manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Jika Bulan Ramadhan telah tiba, maka (pintu) surga dibuka lebar-lebar, (pintu) neraka ditutup rapat-rapat, dan para syetan dibelenggu.”( HR. Muslim )
Dan bukti yang menunjukkan Allah Maha Adil di sini adalah mengenai pelipat gandaan pahala sebuah amalan terutama pada malam Lailatul Qadar, yaitu satu malam kemuliaan yang lebih baik daripada seribu bulan, sebagaimana yang terlampira dalam al-Qur’an: “ Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.#  Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?#  Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.# Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.#  Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (al-Qadr : 1-5)
Demikianlah 5 bukti dari sekian banyak bukti-bukti kebenaran sifat Allah Al-‘Adlu yang dapat kami sampaikan kepada para pembaca yang insyaallah dirahmati Allah. Dan saya minta maaf apabila ada prakata-prakata yang kurang berkenan di hati pembaca sekalian dan terima kasih bagi saudara-saudari yang sudi kiranya berkunjung di blog ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua ….Amin

C.  Upaya Meneladani Sifat Allah
a.      AL Basith Al Baasith (Yang Maha Melapangkan makhluknya).
Meneladani Al-basith bearti kita harus melapangkan hati sendiri dengan cara mendekatkan diri dan taat kepada allah, ketika kita ingat dan taat kepada allah maka senantiasa hati kita akan tentram. (Qs Ar-Ra’d 13.28).  selain itu kita juga harus melapangkan hati orang lain, terutama orang yg kita cintai, dengan cara membahagiakannya, sebagaimana contoh, apabila saudara kita membutuhkan bantuan maka bantulah semampu kita. Dan bagaimana bantuan yg kita berikan membuatnya menjadi senang. Al ankabut 29.62.

b.      Al Waarist  (yang maha mewarisi)
Yang meneladani sifat ini hendaknya bila memiliki kemampuan agar menyumbangkan warisanya kepada keluarga yang lebih membutuhkan. Kalau ini tidak dapat dilakukanya, maka janganlah warisan menjadikan keluarga berantakkan, dan lebih lagi jangan memakan harta waris yang bukan haknya. Ini merupakan salah satu yang dikecam Allah secara tegas (Qs. Al-Fajr:19). Setelah itu dia dituntut agar menghiasi diri dengan sifat-sifat yang dirinci-Nya ketika menjelaskan siapa dari makhluk-Nya yang wajar menjadi ahli warist syurga (Qs. Al-Mu’minun:1-11)
c.       Al-Muizz (yang maha memulyakan mahluk-Nya)            
Kita Sadar bahwa kemulyaan itu milik allah, karnanya jika kita menginginkan kemulyaan, maka untuk meneladani-Nya kita harus taat dan patuh kepadanya, niscaya allah akan menganugrahkan kemulyaan  kepada kita. Selain itu kita juga harus memulyakan orang tua kita karna mereka adalah orang yg paling berjasa dalam hidup kita, memulyakannya dengan berbakti pada kedua orang tua, tidak sesekali menyakitinya apalagi durhaka padanya. Dan janganlah engkau terlena oleh masa-masa kesenangan dan kelapangan ketika semua itu terjadi dengan melupakan Allah didalam kesenangan dan kebahagiaanmu, dengan menjadi sombong karena mengira bahwa dirimu lah penyebab keberhasilan dan keamananmu. Maka Pada saat itu kita harus ingat kepada sahabat iman yang lain, yaitu bersyukur (syukr), karena Allah menyukai orang-orang yang bersyukur.
d.      AL-Hafizh ( yang maha memelihara)
Untuk meneladaninya kita harus besyukur kepedaAllah SWT yang telah memberikan beribu-ribu kenikmatan kepada kiata, termasuk di antaranya ia menciptakan hutan juga unuk kepentingan kita, untuk itu kita harus memeliharanya dengan baik dan peduli dengan lingukan, semua yang diciptakan Allah mempunyai kemanfaatan, karena itu kita harus memeliharanya dengan baik.
e.         Al-Walii  (yang maha melindungi)
Untuk meneladani sifat ini dapat dilakukan dengan tidak melindungi dan membela  orang-orang yang salah. Selalu memohon perlindungan dari godaan setan, berani mengatakan tidak untuk mengatakan hal-hal yang tidak baik meskipun menyakitkan diri sendiri maupun orang lain.
f.        An-Nafii` (Yang Maha Memberi Manfaat).
Sifat ini dapat di teladani dengan cara menggunakan waktu kita dengan efektif, dan tidak menyia-nyiakannya, jika ita memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin maka hidup kita akan bermanfaat pula, selain kita menjadi orang yang disiplin, banyak pula orang yang membutuhkan karna kita di pandang sebagai orang yang giat bekerja. Karna sebaik-baiknya manusia adalah bermanfaat bagi yang lainnya. Namun di dalam kesibukan, janganlah sampai melupakan-Nya dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya.

g.      Al Muqsith (Yang Maha Seimbang).
Sifat ini dapat di teladani dengan tidak membeda-bedakan saudara-saudara kita yang miskin dan yang kaya, yang baik dan yang buruk, kita harus menghormati dan menghargai mereka karna kita sama-sama sebagai mahluk Allah yang tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa seseorang yang lain.
h.      Al Waduud          (Yang Maha Mengasihi).
Sifat ini dapat di teladani dengan cara membagikan rizqi yang kita peroleh kepada orang-orang yang lebih membutuhkannya, seperti mengasihi anak yatim dan menyantuni fakir miskin. Sebagai wujud rasa bersyukur kita kepada Allah yang telah memberikan rizqi yang cukup, sehingga kita dapat berbagi dengan yang lain.  
i.         Ar Raafi`   (Yang Maha Meninggikan makhluknya).
Meneladani sifat Ar-Raafi’ juga dapat di lakukan dengan cara kita membantu memecahkan suatu permasalahan teman yang sedang membutuhkan bantuan kita, agar ia tidak merasa terpuruk, dan sedikit meringankan bebannya, seperti yang sudah di singgung dalam keterangan di atas bahwa manusia tak bisa hidup seniri tanpa orang tang lainnya.
j.        Al Afuww   (Yang Maha Mengampuni segala kesalahan).
Untuk meneladani sifat ini dapat di lakukan dengan cara memaafkan kselahan kecil maupun kesalahan besar yang di buat oleh seseorang terhadap diri kita, meskipun kadang  enggan untuk memaafkannya karena kesalahan yang ia perbuat pada kita terlalu buruk tapi tidak ada salahnya jika kita belajar sedikit demi sedikit untuk melupakan kesalahannya dan memikirkan hal-hal yang  positif,  maka lambat laun kita akan terbiasa dengan sifat yang mudah memaafkan.
D.  Sumber- sumber
1.         ar-Rahmaan
Al-Faatihah: 3
2.         ar-Rahiim
Al-Faatihah: 3
3.         al-Malik
Al-Mu’minuun: 11
4.         al-Qudduus
Al-Jumu’ah: 1
5.         as-Salaam
Al-Hasyr: 23
6.         al-Mu’min
Al-Hasyr: 23
7.         al-Muhaimin
Al-Hasyr: 23
8.         al-’Aziiz
Aali ‘Imran: 62
9.         al-Jabbaar
Al-Hasyr: 23
10.     al-Mutakabbir
Al-Hasyr: 23
11.     al-Khaaliq
Ar-Ra’d: 16
12.     al-Baari’
Al-Hasyr: 24
13.     al-Mushawwir
Al-Hasyr: 24
14.     al-Ghaffaar
Al-Baqarah: 235
15.     al-Qahhaar
Ar-Ra’d: 16
16.     al-Wahhaab
Aali ‘Imran: 8
17.     ar-Razzaq
Adz-Dzaariyaat: 58
18.     al-Fattaah
Sabaa’: 26
19.     al-’Aliim
Al-Baqarah: 29
20.     al-Qaabidh
Al-Baqarah: 245
21.     al-Baasith
Ar-Ra’d: 26
22.     al-Khaafidh
Hadits at-Tirmizi
23.     ar-Raafi’
Al-An’aam: 83
24.     al-Mu’izz
Aali ‘Imran: 26
25.     al-Mudzdzill
Aali ‘Imran: 26
26.     as-Samii’
Al-Israa’: 1
27.     al-Bashiir
Al-Hadiid: 4
28.     al-Hakam
Al-Mu’min: 48
29.     al-’Adl
Al-An’aam: 115
30.     al-Lathiif
Al-Mulk: 14
31.     al-Khabiir
Al-An’aam: 18
32.     al-Haliim
Al-Baqarah: 235
33.     al-’Azhiim
Asy-Syuura: 4
34.     al-Ghafuur
Aali ‘Imran: 89
35.     asy-Syakuur
Faathir: 30
36.     al-’Aliyy
An-Nisaa’: 34
37.     al-Kabiir
Ar-Ra’d: 9
38.     al-Hafiizh
Huud: 57
39.     al-Muqiit
An-Nisaa’: 85
40.     al-Hasiib
An-Nisaa’: 6
41.     al-Jaliil
Ar-Rahmaan: 27
42.     al-Kariim
An-Naml: 40
43.     ar-Raqiib
Al-Ahzaab: 52
44.     al-Mujiib
Huud: 61
45.     al-Waasi’
Al-Baqarah: 268
46.     al-Hakiim
Al-An’aam: 18
47.     al-Waduud
Al-Buruuj: 14
48.     al-Majiid
Al-Buruuj: 15
49.     al-Baa’its
Yaasiin: 52
50.     asy-Syahiid
Al-Maaidah: 117
51.     al-Haqq
Thaahaa: 114
52.     al-Wakiil
Al-An’aam: 102
53.     al-Qawiyy
Al-Anfaal: 52
54.     al-Matiin
Adz-Dzaariyaat: 58
55.     al-Waliyy
An-Nisaa’: 45
56.     al-Hamiid
An-Nisaa’: 131
57.     al-Muhshi
Maryam: 94
58.     al-Mubdi’
Al-Buruuj: 13
59.     al-Mu’id
Ar-Ruum: 27
60.     al-Muhyi
Ar-Ruum: 50
61.     al-Mumiit
Al-Mu’min: 68
62.     al-Hayy
Thaahaa: 111
63.     al-Qayyuum
Thaahaa: 11
64.     al-Waajid
Adh-Dhuhaa: 6-8
65.     al-Maajid
Huud: 73
66.     al-Waahid
Al-Baqarah: 133
67.     al-Ahad
Al-Ikhlaas: 1
68.     ash-Shamad
Al-Ikhlaas: 2
69.     al-Qaadir
Al-Baqarah: 20
70.     al-Muqtadir
Al-Qamar: 42
71.     al-Muqqadim
Qaaf: 28
72.     al-Mu’akhkhir
Ibraahiim: 42
73.     al-Awwal
Al-Hadiid: 3
74.     al-Aakhir
Al-Hadiid: 3
75.     azh-Zhaahir
Al-Hadiid: 3
76.     al-Baathin
Al-Hadiid: 3
77.     al-Waalii
Ar-Ra’d: 11
78.     al-Muta’aalii
Ar-Ra’d: 9
79.     al-Barr
Ath-Thuur: 28
80.     at-Tawwaab
An-Nisaa’: 16
81.     al-Muntaqim
As-Sajdah: 22
82.     al-’Afuww
An-Nisaa’: 99
83.     ar-Ra’uuf
Al-Baqarah: 207
84.     Maalik al-Mulk
Aali ‘Imran: 26
85.     Zuljalaal wa al-’Ikraam
Ar-Rahmaan: 27
86.     al-Muqsith
An-Nuur: 47
87.     al-Jaami’
Sabaa’: 26
88.     al-Ghaniyy
Al-Baqarah: 267
89.     al-Mughnii
An-Najm: 48
90.     al-Maani’
Hadits at-Tirmizi
91.     adh-Dhaarr
Al-An’aam: 17
92.     an-Naafi’
Al-Fath: 11
93.     an-Nuur
An-Nuur: 35
94.     al-Haadii
Al-Hajj: 54
95.     al-Badii’
Al-Baqarah: 117
96.     al-Baaqii
Thaahaa: 73
97.     al-Waarits
Al-Hijr: 23
98.     ar-Rasyiid
Al-Jin: 10
99.     ash-Shabuur


E.  Pengertian Dari :
a.       Al- Muqsid
Allah Maha Mengadili untuk menyebarkan keadilan dan kejujuran. Semua telah diciptakan oleh ALlah secara seimbang, ketidak seimbangan sedikit saja akan menjadi bencana bagi manusia dan ciptaan NYA. Allah memberikan kekuatan yang lebih pada sebagian ciptaannya dan kelemahan tertentu serta memberi kekayaan dan kemiskinan kepada sebagian orang dan sebagian yang lainnya, karena keadilannya.
Allah memperlakukan hamba hamba seadil adilnya tidak ada satu perbuatan yang luput dari perhatian NYA. Semua mendapat ganjaran, baik itu kekeliruan, kesalahan, kezaliman maupun kebaikan.Allah memberikan ganjaran kepada yang zalim dan memberikan ganjaran dari yang di zalimi dengan sebaik baiknya ganjaran, namun dalam melakukan hal itu ALlah memberikan ganjaran sebaik baiknya kepada keduanya, hanya Allah yang Maha Adil yang menjadikan keduanya mendapat ganjaran terbaik. Seperti cerita di bawah ini :

b.      Al- Waris
Al Warits mempunyai arti bahwa Allah, adalah Dzat yang kekal sesudah segala yang maujud musnah. Dalam arti lain, Dialah yang mewarisi segala sesuatu sesudah semua penghuninya musnah. Atau, Dialah yang kembali kepada-Nya semua milik dan kerajaan ketika sudah tidak ada lagi tuntutan kerajaan bagi siapa pun.
Firman Allah:
Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang yang ada di atasnya … (QS Maryam: 40)
Perhatikanlah, tatkala sangkakala ditiup dan semua makhluk sudah musnah, Allah berfirman: Milik siapakah kerajaan pada hari ini? Ketika tidak ada jawaban, Dia sendiri menjawab: Milik Allah yang Mahaesa lagi Maha Mengalahkan!
Orang-orang yang memandang dengan mata hati senantiasa menyaksikan makna ayat ini dan mendengarkannya. Mereka yakin bahwa kerajaan itu hanya milik Allah sendiri, pada setiap hari, setiap saat, dan setiap detik, karena itulah Dia azali dan abadi. Hal ini dapat dicapai oleh mereka yang memahami hakikat tauhid, dan mengetahui bahwa yang tunggal perbuatannya di langit dan di bumi hanya satu.
Berakhlak dengan ism ini mengharuskan Anda menjadi warits dari apa yang telah dilakukan oleh orang-orang saleh, sebab ulama itu adalah pewaris para nabi.

c.       Al- Nafi’
Allah adalah Pencipta Kebaikan. Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk-Nya yang paling baik dan telah memberikan kepada kita karunia yang membuat kita unik dan unggul di antara seluruh makhluk yang lain. Karunia tertinggi yang diberikan-Nya kepada manusia adalah akal, hati nurani, dan iman. Itu semua adalah sarana yang diajarkan-Nya kepada kita untuk membedakan dan memilih apa yang terbaik bagi diri kita sendiri. Manusia juga unik karena memiliki kehendak satu-satunya di dalam alam semesta, selain Allah. Kehendak kita yang kecil hanya dapat dikalahkan oleh kehendak Allah yang lebih besar. Keterbatasan ini mengandung arti bahwa kita tidaklah bebas dan dibiarkan dengan kehendak kita sendiri.
Allah telah memberikan kita kebebasan hanya agar kita dapat memutuskan apakah kita akan tunduk kepada kehendak Allah, memerintah atas nama-Nya, menjadi makhluk terbaik, dan memiliki yang terbaik diantara makhluk, ataukah kita akan durhaka, menyebabkan kejatuhan diri kita sendiri, dan ditolak dari rahmat Allah, seperti halnya iblis. Kemampuan kita untuk memilih antara kebaikan dan kejahatan bukanlah ujian bagi Allah untuk menyaksikan bagaimana hamba-Nya akan bersikap. Allah telah menciptakan takdir kita sebelum Dia menciptakan kita, oleh karena itu Dia sudah mengetahui apa yang akan kita kerjakan. Hanya orang yang beriman kepada takdir yang akan dilindungi darinya!
Kasih sayang Allah terus-menerus diberikan kepada kita, seperti kebaikan yang telah diciptakan-Nya. Kehendak kita tidak dapat membawa apa pun yang menjadi hak orang lain kepada kita, atau mencegah apa pun nasib yang sampai kepada kita. Kita juga tidak dapat memilih apa yang lebih kita sukai, karena seringkali apa yang kita pilih tergelincir dari tangan kita, sedangkan apa yang tidak pernah kita inginkan malah mengejar-ngejar kita. Dan sekalipun kita memiliki apa yang kita pilih, ia pasti akan datang kepada kita.
Jika kita melihat kepada alam semesta, apa yang kita saksikan adalah kehendak Allah, apa yang tampaknya kita pilih adalah kehendak Allah. Kehendak kita yang kecil hanya berisi kemampuan kita membuka mata kita untuk menerima semua kebaikan yang dikehendaki Allah kepada kita, atau untuk menutup mata kita dan tidak menerima apa-apa. Seakan-akan kekayaan Allah itu terus-menerus turun laksana air hujan. Kita haruslah ada untuk menerimanya. Kalau kita tidak berada, maka ia akan hilang dengan percuma. Agar ada, kita harus membuka mata, pikiran, hati, dan tangan kita. Kita harus sadar dan terjaga. Itulah cara kita melihat dan menerima kebaikan yang telah diciptakan Allah.

d.      Al- Hafiz
Al Hafidz adalah memelihara segala sesuatu dari kemusnahan dan kerusakan, dan memelihara amal perbuatan hamba-hamba-Nya sampai akhirnya diberi ganjaran dengan karunia dan anugerah-Nya. Dalam arti lain Al Hafidz ialah Dzat yang memelihara makhluk dari semua bencana di dunia dan akhirat.
Mahmud Samiy juga berkata,” Dikatakan pula bahwa makna Al Hafidh adalah Yang Maha Memelihara.”

e.       Al- Waliyy
Maha Melindungi
"Allah Pelindung orang-orang yang beriman..." (Q.S. Al-Baqarah[2]:257)

Allah SWT selalu melindungi setiap hamba-Nya, terutama yang beriman dan berdoa kepada-Nya. Oleh karena itu, Allah SWT mempunyai nama Al-Waliyy yang berarti Maha Melindungi.

f.       Al- Wadud
Al Wadud berasal dari al-wudd, yaitu al-hubb, artinya “Cinta,” maksudnya adalah cinta kepada kaum mukminin atau dicintai oleh mereka.
Al-Baihaqi berkata: “Al-Wadud bagi orang taat kepada-Nya artinya Yang Ridha terhadap mereka dan Memuji amal perbuatan mereka.” Atau seperti makna wudd dalam firman Allah yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS. Maryam: 96)
Dikatakan bahwa Al-Wadud itu ialah Dzat yang banyak berbuat kebaikan kepada orang yang dicintai-Nya dengan perbuatan taat.

g.      Ar- Rafi’
Ar-Rafi’ berasal dari kata ra-fa-’a yang artinya meninggikan, sedang arti Ar-Raafi’ sendiri adalah Yang Maha Tinggi. Allah adalah wujud yang Maha Tinggi, bahkan Dia adalah setinggi-tinggi wujud dalam segala sifat keagungan-Nya.
Dalam al-Qur’an bisa dijumpai beberapa ayat yang menjelaskan tentang ”kesibukan” Tuhan dalam meninggikan derajat nabi dan para wali (kekasih)-Nya. Di antaranya adalah Nabi Isa as yang telah diwafatkan dan kemudian ditinggikan derajatnya oleh Allah swt di sisi-Nya, setelah di dunia dihinakan oleh ummatnya. Allah berfirman:
h.      Al- Muiz
Dia memberikan penghargaan kepada siapa pun yang Dia kehendaki,
maka tidak ada satu untuk menurunkan Dia.

i.        Al- Afuww

Kata Al-Afw berarti memaafkan dosa-dosa dan tidak membalas orang-orang yang berbuat salah. Satu pendapat menyatakan bahwa Al-Afuww merupakan kata bentukan dari Araf ar-riih al-atsara, yang bermakna angin itu menyapu dan menghilangkan bekas.
Seakan-akan orang yang memaafkan dosa itu menghapuskan dosa itu dengan maafnya.
Makna kata ini juga merujuk pada arti meninggalkan sesuatu dan memintanya.
Karenanya, Afwu adalah meninggalkan sanksi pada yang bersalah, seperti kita meninggalkan amarah kepada orang yang melakukan kesalahan terhadap kita.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Allah memiliki 99 nama yang indah atau lebih terkenal dengan sebutan Al-Asma-ul-Husna. Nama-nama tersebut merupakan cerminan dari perilaku Allah terhadap Hambanya. Karena itu, jika nama-nama tersebut kita sebut sebagai suatu permohonan, niscaya akan mempunyai pengaruh yang sangat besar.
Anjuran untuk berdoa menggunakan Asmaul Husna telah tercermin dalam firman Allah: “Hanya milik Allah Asma-Ul Husna, maka berdoalah kepadaNya dengan menyebut Asma-Ul Husna, dan tinggalkan orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapatkan balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Surat Al-A’rof Ayat 180).
Dalam Sifat Asmaul Husna-Nya Ia telah menujukan kebesaran-kebesaran yang masuk akal hingga yang tidak masuk akal, semuanya dapat di kehendaki oleh-Nya karena Allah Maha Kuasa di atas segala-galanya di jagat raya ini, begitu banyak kemurahan dan nikmat yang di berikan kepada hamba-Nya tanpa pandang bulu, Semua Ia berikan, karena Allah adalah Dzat yang Maha Pengasih, Maha Pemurah lagi maha Memelihara.
Oleh karena itu sebagai hamba Allah yang taat dan patuh senantiasa akan mengamalkan sifat-sifat tersebut dalam kehidupan sehari-hari, serta meneladaninya sebagai wujud kecintaan kita terhadap Allah SWT. Wallahua’lam Bissawab.

A.      Saran- saran

Demi kesumpurnaan makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat menbangun kearah kebaikan demi kelancara dan kesumpurnaan penulisan ini.


DAFTAR PUSTAKA

El-Bantanie Syafii Muhammad, Rahasia keajaiban asmaul husna,2009, Jakarta; PT. Wahyu Media.
http://www.riwayat.web.id/2009/12/asmaul-husna.html-25/04/2011=22.02       
http://www.nuansaislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=504:meneladani-sifat-sifat tuhan&catid=101:tafsir&Itemid=353, 30/04/2011=13.10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar